WAIT AND SEE (Part 3-End)

"Oh tidak. Miss Lilia, apa yang terjadi? Astaga, telinganya kenapa berdarah? Anak kecil, kau apakan wanita itu?" terdengar suara laki-laki yang membentak padaku. Aku berdiri menatap entah kemana. Laki-laki itu bukan ayah.
"Aku tidak tahu" jawabku polos sambil mengatur jariku diatas biola. "Wait and see" kataku sambil menarik napas dan memainkan biola dengan melodi yang menyayat hati. Tak lama terdengar suara teriakan minta tolong dari laki-laki itu. Teriakan yang menyiratkan kepedihan hati. Aku tetap memainkan biolaku sampai tidak terdengar suara teriakan dari mulut laki-laki itu.
"Jangan membentakku!!!" kataku setengah berteriak. Aku meraba-raba dinding berusaha mencari pintu dan segera keluar dari rumah itu.
Tak lama kemudian, aku berada di depan rumah. Duduk menatap kosong ke depan sampai terdengar bunyi mobil berhenti di depanku.
"Clara, apa yang kau lakukan disini?" tanya seorang wanita. Viona. Pasti suara wanita itu. Aku menarik biolaku mendekat.
"Ayah dimana?" balikku bertanya. Tiba-tiba terdengar suara tangis wanita itu.
"Clara, kau apakan mereka berdua? Kenapa telinga mereka berdarah? Oh tidak. Mereka sudah tidak bernyawa. Apa yang kau lakukan, Clara?"
"Kau ingin tahu? Wait and see" kataku sambil mengatur jariku diatas biola. Tapi aku tidak menggesek biola itu.
"Kau menyakiti pendengaran mereka dengan biolamu? Sadis sekali kau. Apa salah mereka?" teriak Viona sedikit menjauh dariku karena suaranya yang agak samar. "Lilia dan Ivan adalah teman terbaikku. Kenapa kau tega membunuh mereka? Apa kau gila?"
"Tidak. Aku tidak gila" ujarku santai kemudian aku memainkan biola dengan manis. Nada yang lembut di telinga. Namun, makin lama makin menuju titik tinggi melodi. Aku bersenandung menyayat pilu. Suaraku berubah serak dan terlihat menyedihkan. Anehnya, aku tidak mendengar Viona berteriak seperti kedua orang tadi.
"Kau salah Clara, kau tidak bisa  menyakiti pendengaranku" kata Viona setengah berteriak sambil merampas biolaku.
Sialan! Dia pasti menggunakan peredam telinga. Gumamku marah dalam hati.
"Kalau begitu, kenapa kau mengambil biolaku seakan mengambil lollipop dari anak kecil buta" ujarku dingin menyindir.
"Kau tidak pantas menjadi anak kecil, Clara. Pikiranmu sungguh sadis. Kau pandai sekali berbohong dan berakting. Kau buta saja sudah mampu membunuh, apalagi jika kau bisa melihat. Sebaiknya kau ku bawa ke psikiater. Ada apa dengan otak kecilmu itu" tegas Viona sambil menggendongku dengan kasar dan memasukkanku ke dalam mobil.
"Jangan sentuh aku!!! Aku tidak mau ke psikiater!!! Turunkan aku" teriakku memberontak. Namun Viona tidak mendengarkanku.
Mobil melaju, lama kami berdua terdiam. Aku meraba-raba kursi mobil berharap ada biolaku. Lama akhirnya aku menemukan tongkat biola dan biolaku. Aku tetap menatap kosong kedepan meski dipangkuanku sekarang sudah ada biola.
"Viona.." ujarku lembut mencoba memastikan wanita itu sudah melepaskan peredam telinganya atau tidak.
"Apa? Apa kau mau merengek agar tidak kubawa ke psikiater?" jawab Viona ketus.
Dia sudah melepasnya, gumamku. Aku mencoba mengatur jari-jariku di atas biola. Akan aku awali langsung dengan nada tertinggi, kataku dalam hati. Melodi tinggi langsung kumainkan, terdengar suara Viona berteriak memohon. Aku tetap memainkan biolaku walau mobil sudah hampir oleng.
Braakkkk!!!
Mobilpun tertabrak. Aku terjelungkup ke depan. Kepalaku berdarah terbentur sesuatu yang keras. Pusing. Mual.
Apa aku sudah mati?
Apa aku masih hidup?
Kedua pertanyaan itu menggema di pikiranku sampai akhirnya aku tidak mampu berpikir dan tak sadarkan diri.
•••
Dear Clara,
Gadis mungil yang cantik bak bidadari. Suara emasmu yang mampu menghipnotis banyak orang termasuk suara sedihmu yang pilu dan alunan melodi biolamu yang bisa membuat siapa saja kehilangan pendengaran. Kau satu-satunya gadis kecil buta yang kukenal bisa membunuh orang tanpa tanganmu yang mungil itu. Jika kau hidup sekarang, mungkin kau terkejut melihatku masih bisa hidup. Kau selalu mengucapkan 'Wait and See' jika kau ingin membunuh orang.
Clara, Wait and See. Suara-suara orang yang telah kau bunuh.
Clara, Wait and See. Wajah orang-orang yang tak berdosa mengalami sekaratnya.
Clara, Wait and See. Saat kau diadili oleh Tuhan.

Love,
Viona

Komentar