WAIT AND SEE (Part 2)

Malam itu, aku terbangun dari tidurku. Aku berusaha turun dari tempat tidur tanpa membangunkan Ayah yang tertidur lelap disampingku. Aku sudah hafal dengan seluk beluk rumah ini. Aku meraba dinding untuk berjalan keluar dari kamar sampai aku berhenti saat tanganku meraba pintu lain. Aku yakin itu pintu kamar Ayah dan wanita itu. Kutempelkan telingaku di pintu dan berusaha mendengarkan apa ada orang didalam. Benar saja. Aku mendengar dengkuran teratur di dalam kamar itu. Kucoba membuka pintu itu perlahan dan menyelinap masuk. Meraba-raba sesuatu dalam diam sampai ku temukan sebuah almari besar. Aku pernah mendengar bahwa ayah menyembunyikan uangnya di antara baju-baju di dalam almari. Aku meraba dan merasakan ada kertas yang banyak, apa itu uang? Aku mengambil banyak dan kujatuhkan perlahan di lantai. Kucoba menghirup bau kertas itu. Hm.. Uang. Aku mengumpulkan uang itu dan kubawa keluar rumah.
Malam itu lumayan dingin. Untungnya, aku masih berpakaian sweater tebal. Aku berlari ke rumah-rumahan mini yang khusus dibuatkan ayah untukku. Aku meraba-raba pojok rumah itu mencari kotak rahasiaku. Aku meletakkan uang itu ke kotak rahasiaku kemudian kukunci dan menyimpannya rapi. Tak lama kemudian, aku sudah ada dalam rumah. Aku pergi ke dapur dan mengambil sebuah pisau. Aku kembali menyelinap ke kamar wanita itu dan meletakkan pisau di sebelahnya. Mengacak-acak kamarnya, kemudian aku duduk bersandar pada almari dan bersenandung pilu menyayat hati. Suaraku yang merdu namun menyesakkan telinga membangunkan wanita itu. Dia terkejut melihat kamarnya yang berantakan.
"Hei.. Kau apakan kamar ini. Dasar bocah!! Apa ini?" ujarnya setengah teriak. Aku rasa dia melihat pisau dapur di tempat tidur yang mengkilap menunjukkan ketajamannya.
Aku bersenandung kian menyayat hati. Suaraku tiba-tiba menyeramkan. Suara serak setengah berteriak. Kemudian saat wanita itu hampir menyentuhku, aku berteriak.
"Ayaah!!! Wanita ini mau membunuhku!!!" teriakku kencang.
Tak berapa lama, aku merasa ayah mendekapku erat. Aku tidak tahu apa yang terjadi. Yang pasti, wanita itu pasti mendapatkan pelajaran yang setimpal karena berani membentakku. Diam-diam aku tersenyum sinis. Saat perdebatan itu hampir selesai, aku merasakan digendong oleh ayah dan dinaikkan mobil. Kami melaju menembus malam. Ayah menyelimutiku. Lama pada akhirnya, aku tertidur.
Pagi itu sangat tidak kuharapkan. Aku berada entah dimana. Aku merasa asing dengan keadaan sekitarku. Meski aku buta, aku merasa yakin ini bukan rumahku. Tak lama, aku mendengar pintu terbuka.
"Selamat pagi sayangku.. Apakah tidurmu nyenyak? Ini minumlah susunya selagi hangat" ujar ayah ramah sambil menyodorkan segelas susu padaku. Aku meminum sedikit demi sedikit dengan dibantu ayah.
"Ayah, aku ingin bermain biola" rengekku setelah meminum susu. Ayah mengelus rambutku dan berkata dengan hangat.
"Nanti ayah belikan ya. Oh ya. Clara kan pandai bermain biola. Clara mau ikut les biola biar makin jago mainnya" ujar ayah sambil mengambil gelas susu dari tanganku. Aku hanya bisa mengangguk dan tersenyum manis sebisaku.
"Ayah, bagaimana dengan wanita itu? Aku yakin kita tidak sedang berada di rumah sekarang?" tanyaku polos. Ayah hanya mengelus rambutku kemudian mencium pipiku.
"Ayo, ayah ajak jalan-jalan. Seharian ini, ayah akan menghabiskan waktu untukmu saja" kata ayah sambil menggendongku keluar rumah.
Aku tetap merangkul ayah. Sekarang ayah dan wanita itu pasti hubungannya sudah di ujung tanduk. Aku tersenyum sinis dan bersenandung lembut sampai ayah mengelus rambutku lagi.
"Ayah akan membelikanmu biola, Clara sayangku"
Tak lama mobil melaju menembus kabut. Diantara dinginnya pagi itu diselingi senandung pagiku. Suaraku yang manis lembut membuat semua orang terhipnotis terbawa ke dalam suasana lagu. Tiba-tiba mobil berhenti, kudengar suara ayah menyuruhku tetap di mobil. Aku masih tetap bersenandung makin lama makin menyayat hati. Makin lama hatiku makin gusar. Nyanyianku berubah menjadi teriakan saat ada yang menepuk bahuku dan berkata,
"Hei.. Tenang gadis manis. Jangan menangis sayang"
"Siapa kau!!!" teriakku kencang
Kudengar suara wanita berbicara dengan ayah. Tidak. Bukan wanita itu. Wanita lain. Sekarang siapa lagi ini?
"Clara sayang, ini guru les biolamu. Namanya Miss Lilia. Dia yang akan mengajarimu. Jangan khawatir sayang. Dia sangat baik" kata ayah sambil menggendongku dan berjalan entah kemana.
Ayah mendudukkanku di kursi dan memberikanku biola baru. Kuraba biola itu. Kurasakan ornamen ukirannya yang indah. Kurasakan jariku meraba benang-benang biola. Kemudian aku menempatkan jari-jari mungilku di atas biola, menarik napas dan menggesek biola secara perlahan. Terdengar lantunan suara indah dari biola yang anggun. Suaraku yang manis merdu mengikuti melodi biola. Dan saat di penghujung lagu, kumainkan biola dengan sangat mahir sampai berada pada titik tinggi melodi biola. Kudengar suara wanita itu berteriak menyuruh aku menghentikan permainan biolaku. Aku tidak bisa berhenti. Namun saat ayah menyentuh tanganku dengan lembut, aku pun menghentikan permainanku.
"Anak ini sangat gila. Bisa mati aku jika mendengar dia memainkan biolanya dengan melodi setinggi itu" ujar Miss Lilia.
"Maafkan aku Miss, apa kau masih mau mengajari dia? Mengontrol permainannya agar tidak membahayakan?" ujar ayah sedikit memohon pada wanita itu.
Tiba-tiba suasana menjadi dingin. Semua terdiam. Aku yakin Miss Lilia masih mempertimbangkan permintaan ayah. Aku terdiam menatap kosong ke depan sambil memainkan tongkat biola dengan tanganku. Meraba dari ujung atas sampai ujung bawah. Aku berhenti memainkan tongkat biolaku saat ayah berdehem dan pamit izin kembali. Ayah menggendongku ke mobil. Menempatkanku dengan nyaman di kursi mobil sambil memakaikan sabuk pengaman.
Bruk.. Aaah..
Aku mendengar ayah menjerit. Apa ayah tertabrak?. Aku menangis sekencang-kencangnya. Apa itu tadi ayah? Apa yang tertabrak ayah? Apa ayah baik-baik saja? Beribu-ribu pertanyaan menyerang kepalaku. Aku hanya bisa menangis dan berteriak sampai ada yang menggendongku entah kemana dengan biola yang masih di tanganku.
"Ayaaah!!!" jeritku memilukan hati. "Dimana ayah?"
"Tenang sayang, tidak apa-apa. Aku Miss Lilia. Jangan takut. Ayo minum dahulu" kata Miss Lilia ramah sambil membantu aku meminum segelas air.
"Ayah dimana miss?" tanyaku pilu sambil masih menangis setelah meminum air.
"Ayah Clara sekarang sedang pergi dahulu. Nanti pasti Clara dijemput. Sekarang disini dulu ya. Clara bisa memainkan biola sambil bersenandung disini. Tapi pada tingkatan normal ya sayang biar bisa dinikmati orang lain juga" kata Miss Lilia sambil mengelus rambutku.
Aku mencoba mengatur napasku. Berpikir dalam hati 'biar bisa dinikmati?' apa maksudnya itu. Kualunkan melodi biola yang lembut di telinga. Makin lama makin tinggi nada biolaku. Teringat kejadian tadi. Hatiku gusar. Dimana sebenarnya ayah? Lama aku memainkan biola itu.
"Stoopp!!! Please stop it!!!" Terdengar suara Miss Lilia memohon dengan berteriak kepadaku untuk menghentikan permainanku. Aku tetap bermain dengan bebas sampai aku tidak mendengar suara Miss Lilia. Aku berhenti. Mencoba mendengarkan apa yang terjadi. Sepi. Senyap. Tidak ada suara sama sekali. Hanya suara angin yang berhembus perlahan. Aku berdiri dan berjalan ke depan. Tangan kananku meraba-raba dinding, sedangkan tangan kiriku memegang biola. Tiba-tiba aku merasa kakiku menyentuh sesuatu yang seperti benda yang tidak asing. Aku berjongkok dan meraba-raba. Apa ini? Manusia?

(To be continued...)

Komentar