capek

kalo ga berhasil, rasanya semua usaha dan pengorbanan sia-sia. uda ngemis ke Allah tp blm dikabulin, mikir positif aja mungkin ada jalan lain. 

atau mungkin benar kata ibu, Allah akan mengabulkan satu demi satu doa ketika waktunya tepat. 

tapi kalo dipikir2, jalan apalagi yang musti ditempuh di situasi yang kaya gini? 

ulur-ulur waktu sampe pusing, muter otak coba puterin situasi, tiap malam rasanya pengen nangis, nanti pada akhirnya gimana?

uda coba ikhtiar, sekarang tinggal berserah diri, tapi kalau tujuan masih belum tercapai, apakah dihati kecilku aku ragu dengan takdir Allah? 

tiap malam sujud, pintaku cuma satu, supaya tetap yakin atas apa yang diberi Allah. supaya Allah menetap dan jangan sampai melupakanku. 

kata ibu aku gasabar, iya mungkin. terlalu banyak hal yang terjadi untuk Allah uji batas kesabaranku, mungkin hal itu yang membuatku tak sabar akan sesuatu. 

ada rencana lain, tapi itu rencana yang buruk. jika Allah menghendaki rencana itu berjalan, mungkin dalam 15-20 tahun ke depan, aku tetap akan menjadi seperti ini, karirku akan berhenti, dan hidupku mungkin saja tertatih. lagian, apa ada lelaki yang mau dengan perempuan yang sedang banyak beban? 

air mata yang jatuh untuk orangtua, rasanya uda mulai mengering. masalah yang biasa ditutupi orangtua, sekarang sedikit semi sedikit, aku dan adik tahu. belum lagi ayah yang suka banget nambah masalah. 

rasanya aku capek, capek banget. 

capek mikir dan saat ini belum ada sesuatu untuk membantu keluargaku.

mungkin karena gaada hal yang bisa kulakuin sekarang ini, mungkin nanti kalau aku sudah mulai kerja pikiran tentang itu sedikit demi sedikit akan hilang.

tapi jika masalah utama ini tidak kunjung selesai, berapa banyak air mata dan keringat yang akan tumpah?

aku sudah tak peduli hidupku, bahkan lingkaran pertemananku sudah rapuh. beberapa lelaki yang mendekat kali ini kujauhi. semata-mata karena aku tak punya waktu, untuk haha hihi dengan beberapa percakapan mesra.

keluargaku lebih berharga. aku harus disini untuk mereka.

aku tak punya tempat untuk mengadu selain pada Allah. aku tak punya tempat untuk sandaran diri ketika rapuh, selain pada keluarga.

sedari kecil aku gila uang, bukan untuk menabungnya tapi untuk menghamburkannya.

manage keuanganku hingga saat ini masih buruk, belum lagi karena masalah lalu dengan keluarga omku. 

semua masalah bertumpuk, dan ayahku tak sanggup menghadapinya. ayah selalu lari, berharap pada yang tak pasti.

aku hanya bisa menguatkan ibuku, menemani dan menyayanginya. aku rangkul adikku. tak ada harta paling berharga selain mereka.

seringkali aku marah pada ayahku, tapi mungkin aku hanya bisa mencaci daripada memberi solusi. beberapa saran yang kuajukan tetap saja ayah tak bisa menyanggupinya, ayahku terlalu baik, terlalu suka mengalah pada orang, dan itu menghancurkan, aku membencinya.

terkadang aku juga marah pada ibuku, yang terlalu suka mengungkit luka dan masalah lama. membuatku memikirkan hal yang terjadi dahulu, beberapa salah langkah yang aku lakukan, atau ayah lakukan.

aku pun pernah membenci adikku, yang tak bisa mandiri. makan masih disuapi ibu, mandi masih teriak-teriak minta disiapkan bajunya di umurnya yang sudah menginjak 18 tahun. bahkan dia seringkali putus asa ketika ada sesuatu yang menyulitkannya. aku ingin adikku menjadi orang yang kuat, menjadi batu yang diterjang apapun tetap kokoh. beberapa sindiran memang tak membuat hatinya tergerak, tapi aku berharap sikap tegasku kali ini mampu membimbingnya. kuajarkan beberapa tanggung jawab, meski beberapa diantaranya tidak dia lakukan juga.

benci itu sisi lain dari sayang. aku terlalu sayang pada mereka, hingga aku membenci apapun hal yang membuat mereka terundung lara. 

jika diri ini sudah tak kuat dengan kondisi, lalu apa lagi yang harus aku pegang? 



Komentar