Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2019

Februari Hari Ini

makin hari, makin gelisah rasanya. melihat dia yang masih dengan kekasihnya, sedang aku sendiri merasa buta rasa bahwa ada cinta yang lebih daripadanya. aku, masih menutup mata. aku, masih tersenyum tertawa tak merasa. dan ketika mereka yang memberi cinta perlahan pergi, aku menyadari, aku iri, bahwa aku tak pernah diberi rasa cinta yang sejati. setiap aku tertarik pada seseorang, semakin seseorang itu jauh dari hadapan. dan kemudian ketika sudah menghilang dan tak kembali, aku masih saja terus bungkam perihal sakit di hati. ketika sang lara itu datang kembali, dengan bodohnya aku terperosok lagi. sudah kupagari rasa hati agar tak meluas diri, namun tetap saja mengundang raga mati yang tak peduli sebesar apa aku menanti. ah sedih. lagi. [bilik ص, February 26th 2019]

Catatan yang Tertinggal

5 Januari 2018 Aku rasa mengacuhkan itu lebih mudah daripada mengambil hati orang lain. Apalagi orang lainnya gila pengikut, beh berasa berat kalo deket mah. Aku udah capek senyum, baik-baikin orang yang suka banget ngomongin dari belakang. Nusuknya pelan dari belakang jadi rasanya agak perih-perih gimana gitu. Udah capek buat ngerasa everything is fine kok, everything is normal, but its actually not. Udah deh capek buat baik-baikin manusia yang kaya gitu. Udah lebih baik gausa dipeduliin. Keep moving on terus gausa nengok belakang. Lebih menyedihkannya lagi, ini terulang beberapa kali aku di lingkungan baru, selalu, always , ga pernah absen. Pasti di lingkungan baru itu ada aja yang manusia sifatnya kaya gini, kaya manusia yang satunya. Itu udah karma apa takdir, tau dah. Kemudian aku langsung muter otak gimana caranya biar ga jenuh dengan situasi yang kaya dejavu terus gini. Oke, I got one ! Selalu, setiap saat, jalani dengan hal berbeda. Aku udah nyoba disini kelakuanku pend

Ayah💕

dulu sih pas waktu masih kanak, aku pernah nangis ke ayah gabisa selesaiin soal tentang phythagoras. kalo bayangan kalian ayahku bakal meluk sambil ngajarin aku dengan sabar, itu hal yang sangat salah. ayah malah membentakku, menjelekkanku karena pelajaran yang begini saja tidak bisa, bagaimana aku bakal mengejar cita-cita yang gembira kuceritakan pada kalangan massa. aku yang waktu itu masih kecil, ketika dibentak ayah ya diam. tapi kemudian ayah dengan tegas mengajariku cara menyelesaikan soal itu. saat aku sudah mahir, aku tiba-tiba tertawa. "ah gampang juga", teriakku sambil mengangkat kedua belah tanganku ke udara. ayah tertawa dan mengelus kepalaku dengan lembut. pernah aku nangis karena buku diaryku hilang, didepan ayah. "cewe gaboleh lemah! masa kehilangan buku aja nangis", bentak ayah sambil menyeretku ke meja belajar. "ini banyak buku, tinggal tulis dibuku lain kan bisa", sambungnya sambil nunjuk-nunjuk buku sampul bergambar wortel yang ternyat