TITIK JENUH

Kelas 3 SMA. Masa-masa yang benar-benar jenuh untuk dijalani. Bagaimana tidak, dari segi pribadi aku merasa beban dipundak benar-benar makin berat setiap harinya. Dalam detik-detik ini aku merasa dipermainkan, perasaanku, harapanku, impianku. Dulu aku takut tidak masuk 50% SNMPTN, tapi hal itu musnah ketika aku bisa login ke halaman SNMPTN. Melihat temanku yang berusaha sekuat tenaga agar bisa login, aku tidak memiliki rasa apa-apa. Saat aku bisa login pun aku merasa tidak ada apa-apa. Itu hanya bisa login, pikirku. Aku masih mendapati kalau memang aku menajadi seseorang yang mulai antisosial, lagi. Bukan karena apa-apa, aku merasa jenuh dan saat aku memikirkan hal menyenangkan, kecemasan selalu mengurungku. Aku cemas tidak tembus SNMPTN, aku cemas memikirkan bagaimana nanti aku UN karena hasil Tryoutku benar-benar hancur, aku cemas aku makin mengalami kemunduran, aku cemas mengecewakan orang tua, aku cemas kalau bertarung di SBMPTN, aku cemas tidak bisa masuk negeri, aku cemas, cemas, cemas, dan cemas.

Sekarang hari sabtu dan rabu depan aku menghadapi USBN, aku bingung, aku jenuh, aku lelah. Makin hari makin jenuh. Melihat buku setumpuk membuat aku benar-benar ingin muntah. Aku mengantuk dan bermimpi, sebalnya lagi, mimpiku selalu bertambah aneh setiap harinya. Aku benar-benar berada di titik jenuhnya hidup.

Belum lagi memikirkan laki-laki yang tidak berguna disela-sela aku belajar membuatku benar-benar jenuh mengingat otakku yang makin lama makin susah berjalan atau mengingat hal yang penting. Aku bimbang dan jatuh sedalam-dalamnya, aku bisa tertawa tapi aku tidak bisa menangis, membuatku benar-benar sesak dalam dada. Ketika aku benar-benar menangis, aku memendamnya, menahannya, dan mengusapnya. Dadaku terlalu sakit saat aku menahan, tapi aku tidak ingin ada yang tahu kalau aku menangis. Aku malu, aku malu kalau tahu aku ini lemah dan aku benci itu.

Aku benar-benar tidak tahu harus berbuat apa lagi. Aku tidak mau mendaftar STAN, aku tidak mau mendaftar Telkom, aku muak dan orangtuaku sedang tidak ada disisiku saat ini, atau aku yang menghindar dari mereka.

Aku mulai menyadari, tidak semua hal bisa aku ceritakan meskipun orangtua menginginkan seperti itu. Tidak semua orangtua memahami apa yang dilakukan anaknya. Aku memang butuh saran, tapi ketika orangtua memberikan nasihat berulang yang seperti ‘radio rusak’, aku mulai jenuh dan tidak punya hasrat untuk bercerita lagi.

Aku mempunyai teman, sekumpulan teman lebih tepatnya yang aku sudah tahu bagaimana mereka semua dibelakangku, yang aku sudah paham banyak yang mengatakan padaku seperti itu. Aku tersenyum menanggapi, ya aku sudah tahu, jangan membumbuinya lagi. Aku sudah cukup memberi saran atau kritikan, sebaiknya aku juga diam. Bagaimanapun, aku berharap tidak bertemu mereka lagi saat kami berpisah, setidaknya sampai di masa depan atau hari tuaku.

Kau tahu, aku butuh piknik dan kawan baru.

Bukan berarti aku melupakan kawan lama, tapi kawan lama ini menjadi momok yang menyebalkan belakangan ini.

Aku banyak bertengkar dengan kawanku akhir-akhir ini. Ada yang memang sengaja bertengkar, ada yang benar-benar tidak bisa dipercaya kalau kita bertengkar. Sudut pandangku, aku cukup menyesal bertengkar tapi itu bisa membuatku menghadapi kesendirian lebih lama lagi. Aku butuh ketenangan, tapi kalau banyak pikiran juga buruk juga buatku. Aku putuskan, tidak melihat ponselku lama-lama.

Aku ingin melanjutkan beberapa tulisanku tapi aku malas tak punya inspirasi lagi. Ya, cukup lucu. Aku malas tapi ingin melanjutkan.

Bisakah aku hidup di dunia ciptaanku sendiri? Hidup di dunia nyata mulai membosankan kurasa. Bertemu dengan berbagai orang yan tidak aku sukai, atau yang aku sukai tapi tidak menyukaiku. Apapun itu. Aku harap bisa menemukan moodbosterku lagi.

Aku bercerita pada orang asing, kami mulai saling mengenal. Jarak kami dekat tapi tidak pernah bertemu. Katanya, semua juga mengalami hal seperti itu, saat kau melanjutkan dunia sekolah, seolah-olah kau membencinya tapi sebenarnya kau mulai merindukannya. Saat kau ingin cepat untuk pulang sekolah, sebenarnya kau menginginkan di sekolah lebih lama lagi. Tinggal 1 bulan lagi kau akan melangkah keluar dari sekolah, perasaan memang seperti itu. Kau bisa berpura-pura tapi tidak bisa menyembunyikan sepenuhnya.

Kau membenci orang itu, tapi kau tidak bisa menyembunyikan kalau sebenarnya kau mencemaskan orang itu. Kau bilang akan berhenti berharap, nyatanya kau setiap malam berdoa agar harapanmu terkabul. Kau bilang akan melupakan, apa semudah itu melupakan?

Aku bertanya pada diri sendiri, aku membencinya karena dia benar dan aku salah.

Aku bertanya sekali lagi, dan dia benar lagi.

Aku membencinya.

Membenci hidup ini dan hidupku.

Karena mereka semua benar.

Tuhan masih punya cara indah lagi yang tidak aku sangka. Semua jalan pasti ada hikmah. Kita hanya perlu berusaha dan menyerahkan semuanya bukan?. Terkadang bilang memang bukan sekarang, tapi kapan lagi? pikirku.

Aku berharap harapanku bukan hanya sekedar harap-harap saja. Aku ingin dan menginginkan lebih. Aku serakah, egois, keras kepala. Memang aku orang yang seperti itu, dan aku tidak bisa mengubahnya.

Komentar