1.11

DAY 58
Aku masih ingat bagaimana aku bermimpi tentang dia. Aku masih ingat bagaimana tatapan terakhirnya padaku dan aku juga masih ingat bagaimana dia tidak memperdulikanku, tidak mau berbincang denganku, atau setidaknya menyapa ‘hai’ padaku. Aku masih tidak tahu bagaimana rasanya atau bagaimana aku berperasaan ke dia. Dalam hatiku, mungkin apa ini pertanda dia mulai melepaskanku.

Aku kalut dalam rindu. Aku menangis dalam diam. Aku mencoba mencari jawaban yang akupun tidak tahu jawaban dari pertanyaan apa. Terakhir kali kami berbincang beberapa minggu yang lalu dan mungkin dia lelah dengan tugas kuliahnya sehingga bertengkar denganku karena hal yang sepele, Uang.

Dia terus mengungkit-ungkit bagaimana aku berperasaan ke dia. Bagaimana aku bisa menerima dia sebagai kriteriaku dan bagaimana dia terus menerus mempertanyakan hal yang sama, apa aku suka dengan orang yang kaya? Tidak jika dia juga tidak berperasaan. Aku tahu uang penting untuk kehidupan, aku tahu uang bisa membeli semuanya, tapi bisakah uang membeli kasih sayangmu-dengan ikhlas?

Aku ingat malam-malam yang kalut, dengan suaramu yang seperti melodi indah menenangkanku. Mencoba menghiburku dengan candaan kecilmu dan mempercayakan semuanya indah pada waktunya. Tapi, untuk urusan ini. Apakah indah juga pada akhirnya?

“Apa aku yang sangat serakah padamu? Menginginkanmu lebih dari apapun. Menginginkanmu ada selalu disisi. Menginginkanmu walaupun hatiku sakit saat kau tiba-tiba melampiaskan kekesalanmu padaku. Maafkan aku. Hanya itu yang bisa kau katakan.

Siang itu aku bertemu dengan teman SMPku. Ada rasa bahagia bertemu dengan mereka. Tidak memandang apapun, tidak saling gengsi, tidak membahas UANG. Bercengkrama dengan berbagai hal sampai akhirnya satu persatu dari mereka pulang. Tinggal pemilik rumah, temanku yang pendiam, dan aku.

Aku pernah bercerita padamu tentang laki-laki ojek gratis di sekolah bukan? Akhir-akhir ini dia menjadi teman sekomunitas anime, yang ternyata sekarang dekat dengan sahabatku sendiri. Ada perasaan aneh, bahagia tapi diam. Sahabatku juga sangat terbuka padaku, memberitahu semua yang ada di ponselnya padaku termasuk melihat obrolannya dengan lelaki ojek gratis itu. Aku ingin tertawa tapi aku diam, ada perasaan yang tidak bisa kuungkapkan. Bagaimana perlakuan ojek gratis dulu padaku dengan perlakuan dia pada sahabatku, berbeda tapi tujuannya sama. Bedanya, cara aku tidak seserius dan sesering sahabatku dalam menanggapi obrolan dengan ojek gratis itu.

Kapan kamu akan ke Sidoarjo? Atau ke Surabaya saja? Biar aku yang kesana. Aku rindu. Aku sempat berpikir mungkin aku harus booking tiket ke tempatmu sana. Akan aku lakukan, kalau temanku ada yang ikut. Bagaimanapun aku seorang wanita, tidak mungkin kemana-mana tanpa ada yang menemani atau kita buat mudah, kau yang membawaku kesana, menemaniku dan melindungiku, bisakah?

Aku tahu tidak seharusnya aku bersikap seperti ini, aku mencoba menyimpulkan perlakuanmu dari segi positif. Kau ingin aku belajar agar aku masuk ke tempat kuliah dimana aku sangat menginginkannya. Lalu aku sadar, jangan-jangan saat kau mendapat kesempatan jalur undangan, kau memilih tempat yang aku sukai agar kita berdua bisa selalu bertemu tapi pada akhirnya ditolak karena nilai yang tidak memenuhi. Maafkan aku.

Baru saja aku menemukan fotomu yang tersisa. Tinggal 1, foto kelas. Maafkan aku menghilangkan segala tentangmu waktu kita bertengkar dulu. Maafkan aku yang selalu saja terjerat rindu.

Akhir-akhir ini aku dekat dengan teman sebangkuku. Tapi deketnya karena dia selalu cerita tentang cewe adik kelas yang selalu dipujanya. Kalau-kalau dibandingkan, kalah sih. Mendengarnya dia bercerita membuatku membuka mata, lama-lama aku mulai menyukai suaranya. Aku menyukai alisnya yang tebal. Maafkan aku. Aku juga terlalu serakah menyukaimu dan menyukainya.

Aku rasa sampai sini saja. Tidak ada yang ingin aku katakan lagi. Besok aku sudah intensif UN, jangan lupa doakan aku ya sayang. Aku akan menyelipkanmu disetiap doa dan sujudku. Semoga kita dipertemukan dan selalu bertahan.”

Kadang aku hanya bisa diam atau dia yang juga mengalah bagaimana kita bisa melewati dua tahun yang penuh lika-liku. Aku suka mendengarkan dia bercerita. Aku suka semuanya tentang dia. Hal yang aku tidak suka dari dia adalah dia mudah membuatku terjerat perangkap kecemburuan dan rindu tak tertahankan.

Komentar